Senin, 19 Januari 2009

Tegallalang


Camat : I Nyoman Darmawan, S.Sos

Walaupun pertanian masih menjadi primadona penduduk Kecamatan Tegallalang, namun wilayah seluas 61,80 Km persegi ini juga sangat berkembang di bidang pariwisata. Bagian selatan kecamatan ini tumbuh subur usaha-usaha dalam bidang kerajinan seni. Barangkali hanya kecamatan ini yang memiliki deretan art shop terpanjang di dunia.

Payangan

Camat : I Ketut Suastika, S.Sos

Kecamatan Payangan berjarak 35 km dari Kota Gianyar yang terletak di sebelah barat daya Gianyar, memiliki pemandangan alam dan persawahan yang eksotik dengan memiliki cuaca dingin sehingga cocok untuk wisata agro. Kecamatan Payangan dilalui oleh aliran sungai ayung yang bisa mengundang investor untuk pengembangan akomodasi pariwisata dan wisata alam, seperti misalnya pembangunan hotel , wisata tirta arung jeram. Namun kecamatan ini sangat potensial untuk bidang pertanian secara luas.Jika melanjutkan perjalanan kebagian utara dari kecamatan Payangan tepatnya di desa Puhu kita akan menikmati hamparan sawah yang luas. Kecamatan Payangan memiliki beberapa obyek yang sangat potensial dibidang agro wisata untuk menambah Pendapatan Daerah antara lain : Hamparan bentangan sawah begitu mudah dijumpai di kecamatan yang memiliki 9 desa ini. Dengan luas 75,88 Km persegi kecamatan ini sangat potensial dibidang pertanian dalam arti luas. Namun demikian keperawanan wilayah ini justru menjadi incaran investor yang tertarik bergerak di bidang perhotelan dan berbagai paket wisata alam.

TAMPAK SIRING


Camat : A.A. Gde Agung, S.Sos

Tampaksiring adalah sebuah kota kecil yang memiliki monument tua yang paling mengesankan di Bali, disini juga terdapat sebuah pura besar yang penting serta tempat pemandian umum, Tampaksiring adalah tempat persinggahan bagi wisatawan dari Ubud yang akan ke Danau Batur.Kawasan Tampak Siring sudah sangat populer, terutama karena presiden pertama RI - Soekarno, mendirikan Istana Negara yang lokasinya berdekatan dengan Pura Tirta Empul. Nama Tampaksiring diambil dari dua buah kata bahasa Bali, yaitu tampak (yang bermakna 'telapak ') dan siring (yang bermakna 'miring'). Menurut sebuah legenda yang terekam pada daun lontar Usana Bali, nama itu berasal dari bekas telapak kaki seorang Raja yang bernama Mayadenawa. Raja ini pandai dan sakti, tetapi bersifat angkara murka. Ia menganggap dirinya dewa serta menyuruh rakyatnya menyembahnya. Sebagai akibat dari tabiat Mayadenawa itu, Batara Indra marah dan mengirimkan balatentaranya untuk menghacurkannya. Namun, Mayadenawa berlari masuk hutan. Agar para pengejarnya kehilangan jejak, ia berjalan dengan memiringkan telapak kakinya. Dengan begitu ia berharap agar para pengejarnya tidak mengenali bahwa jejak yang ditinggalkannya itu adalah jejak manusia, yaitu jejak Mayadenawa.Usaha Mayadenawa gagal. Akhirnya ia ditangkap oleh para pengejarnya. Namun, sebelum itu, dengan sisa-sisa kesaktiannya ia berhasil menciptakan mata air beracun yang menyebabkan banyak kematian bagi para pengejarnya setelah mereka meminum air dari mata air ciptannya itu. Batara Indra pun menciptakan mata air yang lain sebagai penawar air beracun tersebut. Air Penawar racun itu diberi nama Tirta Empul (yang bermakna 'airsuci'). Kawasan hutan yang dilalui Raja Mayadenawa denagn berjalan di atas kakinya yang dimiringkan itulah wilayah ini dikenal dengan nama Tampaksiring. Tampaksiring memiliki beberapa obyek wisata yang sudah dikenal oleh wisatawan mancanegara maupun domestic, adapun obyek tersebut adalah : Dikalangan wisatawan domestik kecamatan dengan 8 desa ini tersohor karena ada istana presiden. Namun sesungguhnya, kecamatan dengan luas 42,63 Km persegi ini banyak memiliki obyek-obyek wisata yang sudah terkenal di seluruh dunia. Seperti Gunung kawi, Pura Tirta Empul dan banyak lagi situs-situs peninggalan sejarah hingga ke wilayah selatan.

UBUD


Camat : Dewa Made Suardana, S.Sos

Kecamatan dengan 7 desa dan 1 kelurahan ini boleh dibilang wilayah yang beruntung. Kegiatan pariwisata di Kecamatan Ubud tumbuh dan berkembang dan mampu memberikan akumulasi terhdap berbagai sektor, termasuk jasa seperti perhotelan, perbankan dan bermacam aktivitas industri kerajinan seni.
Ubud adalah salah satu tempat seni di bali. Tempatnya sudah terkenal sejak jaman dahulu, kira kira sejak tahun 1920an. Ketika artis, componist dan orang orang terpelajar dari barat ( luar negeri ) datang untuk mencari kenikmatan hidup. Ubud terkenal dengan lukisannya, patung – patung, kerajinan tangan, gambelan ( traditional musik ) dan tariannya. Banyak lukisan menggambarkan tentang bali yang bias di dapat di gallery gallery kecil di seputaran ubud, dan ada juga museum seperti Neka art Museum, Lempad Gallery, Museum Puri lukisan dan Antonio Blanco Gallery. Untuk Gambelan, alat musik tradisional dan tarian bali bisa di temukan di sanggar sanggar seni seperti “ Sekehe Gong Sadya Budaya “ atau organisasi organisasi musik tradisional yang biasanya pentas ke luar negeri seperti Eropa dan Negara – Negara Asia. Memprioritaskan keabadian seni utamaya pertunjukan seni dan kegiata ritual. Untuk mencapai sukses yang estetis Sadha Budaya melanjutkan pengembangannya dengan memperluas kemampuan dalam memaninkan gambelan. Di ubud bisa dijumpai banyak hotel hotel mewah dan seni juga hotel hotel kelas ekonomi. Ubud juga disebut sebagai desa wisatawan mancanegara. Ubud juga lengkap dengan biro biro inforasi wisata. Juga banyak tempat tempat wisata seperti monkey forest dan lain lainnya. Yang merupakan sifat dari orang orang di ubud yang selalu menerima baik setiap wisatawan yang datang ke ubud. Ubud dikenal sebagai pusat budaya Bali, tempat ini telah menarik perhatian wisatawan yang terpesona dengan kebudayaan Bali sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu, dimana seniman,komponis dan sarjana barat datang mencipta dan mengadakan riset sambil menikmati kebahagian hidup di Ubud. Ubud terkenal akan seni lukisnya, seni patung, seni tabuh dan juga seni tarinya, namun selain berbagai obyek wisata yang terdapat di dalam kota, Ubud juga memiliki pura,peninggalan purbakala dan pusat kerajinan tangan yang menarik untuk dikunjungi yang terdapat di sekitar kota.Pusat kota terdapat pada persimpangan dimana pasar dan terminal angkutan umum bertemu. Setiap minggu di Ubud dipentaskan berbagai pertunjukan kesenian tradisional seperti tarian Kecak,Legong, Barong, Mahabarata,Ramayana, Wayang Kulit dan Musik Gamelan. Didaerah ini banyak terdapat hotel mewah,artistic dan akomodasi sederhana yang diminati wisatawan, malahan Ubud sering mendapat sebutan sebagai “ Desa Wisata

Kecamatan : Blahbatuh

Camat : Drs. Ketut Artawa

Kalau ditinjau dari aspek keberuntungan pariwisata, kecamatan dengan 9 desa ini jelas tak seberuntung Ubud. Bagian selatan kawasan kecamatan seluas 39,70 Km persegi ini dilintasi jalan Ida Bagus Mantra, yang memiliki prospek di bidang ekonomi. Untuk pertanian jelas masih menjadi mata pencaharian penduduk kecamatan ini. Kecamatan Blahbatuh merupakan wilayah yang berada diarah barat dari ibu kota pemerintahan Kabupaten Gianyar dengan luas wilayah : 39,7 km2 Wilayah ini menyimpan banyak sekali potensi obyek wisata namun belum bisa terungkap seluruhnya dikarenakan terbatasnya kunjungan wisatawan kedaerah ini. Diwilayah Blahbatuh ini terdapat beberapa obyek wisata arkeologi yang mana keberadaan obyek tersebut tidak lepas dari keberadaan kerajaan Bedahulu yang memiliki nilai historis yang menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke wilayah ini. Kecamatan Blahbatuh berada di Kawasan Pariwisata Lebih sesuai dengan SK Gubernur Bali No. 528 Tahun 1993 dimana obyek wisata bahari nya sangat bagus digunakan untuk lokasi surfing, Sejumlah obyek yang biasa dikunjungi wisatawan mancanegara maupun local yang ada di Kecamatan Blahbatuh ini antara lain : Goa Gajah, Yeh Pulu,Pura Darma Durga Kutri, Candi Tebing Tegallinggah, Pantai Saba, Pantai Cucukan ,Pantai Masceti, Pura Selukat, Mandala Wisata Samuan Tiga.Pemerintahan dan pertokoan Kecamatan berada di Jln. Wisma Gajah Mada ,jalan Wisma Udayana ini juga berlokasi pasar umum daerah Blahbatuh, sehingga keramaian lebih terpusat di kawasan ini

GIANYAR

Camat : Dewa Made Suardana, S.Sos

Gianyar adalah ibukota kabupaten, kecamatan ini memiliki beberapa obyek wisata di dalam kota, bagi wisatawan yang ingin mengambil paket city tour sangat tepat di daerah ini, hal ini karena di kota Gianyar lah pusat pemerintahan dahulu pada jaman kerajaan sampai sekarang berada kemudian pasar umum tradisional yang cukup besar juga berada di wilayah ini begitu pula dengan kuliner yang beraneka ragam pada sore hari di pasar senggolnya atau night market sangat unik, pabrik tekstil kecil dimana wisatawan dapat menyaksikan kain ikat yang sedang ditenun yang dapat dibeli secara meteran atau dijual dalam bentuk pakaian, juga pembuatan kain pantai yang sudah terkenal menjadi trademark Kecamatan Gianyar, Kecamatan Gianyar seluas 55.02 Km persegi dan terdiri dari 11 desa serta 5 kelurahan. Mata pencaharian penduduk pada wilayah ini masih didominasi sektor pertanian. Berbagai upaya pembangunan terus digenjot.

Bali dan Pariwisata

Mengakhiri jaman prasejarah, Bali sudah dituju untuk melakukan pencarian dan perjalanan oleh para penekun spiritual. Rsi Markandeya tercatat sebagai tokoh spiritual dari Jawa yang pertama menjejakkan perjalanan di Bali. Perjalanan melakukan pencarian kesucian batin dan keseimbangan alam lalu menempatkan tonggak tatanan agama Hindu di lereng selatan Gunung Agung yang kini dikenal sebagai Pura Agung Besakih. Pura Basukian dipercaya sebagai tonggak pertama Rsi Markandeya bersama pengikutnya memastikan Bali sebagai tanah tujuan membangun nilai spiritual.

Bagai berkelanjutan, tatanan hidup spiritual secara simultan beriring dengan tata pemerintahan di Bali. Pemerintahan Dinasti Warmadewa disebutkan dalam berbagai naskah kuno amat mendukung kelangsungan hidup beragama dengan budaya dan adat setempat sehingga mengundang kedatangan tokoh-tokoh spiritual dan tanah Jawa. Kedatangan Empu Kuturan pada sektar abad 11 secara pasti mampu merekat tatanan hidup masyarakat lokal dengan tatanan Agama Hindu yang dibawa dari Jawa. Tatanan desa adat dengan konsep parhyangan sebagai personifikasi Tuhan dalam fungsi Tri Murti adalah upaya menampung penyatuan konsep lokal dengan konsep Hindu.

Perjalanan spiritual berlanjut dilakukan oleh tokoh Agama Hindu dari tanah Jawa. Penyatuan Nusantara oleh Majapahit adalah puncak dari perjalanan dan transformasi agama dan budaya lokal dengan budaya Hindu. Dalam perjalan waktu, Bali dan masyarakatnya kemudian menjalani keseharian mereka dengan tata kehidupan, agama, seni, dan budaya yang unik. Keunikan inilah kemudian, pada sekitar tahun 1579, menjadi perhatian seorang Belanda bernama Cornelis de Houtman yang melakukan perjalanan ke Indonesia untuk mencari rempah-rempah. Tanah yang subur, kegiatan pertanian dan keunikan budaya penduduknya dalam menjalani keseharian sungguh menjadi perhatian besar bagi ekspedisi de Houtman.

Berbarengan dengan Indonesia yang dikenal sebagai penghasil rempah-rempah, Bali mulai dikenal dunia dari sisi budaya. Penguasaan Belanda terhadap Indonesia pun pada sekitar abad 17 dan 18 tidak banyak memberi pengaruh pada kehidupan agama dan budaya di Bali. Hindu di Bali pada masa-masa itu bahkan memasuki masa kejayaan ketika kerajaan di Bali berpusat di Gelgel dan kemudian dipindah ke Smarapura (Klungkung). Awal abad 20, barulah Bali dikuasai oleh Belanda ditandai dengan jatuhnya Kerajaan Klungkung lewat Perang Puputan Klungkung tahun 1908.

Sarana Wisata

Sejak penguasaan oleh Belanda, Bali seolah dibuka lebar untuk kunjungan orang asing. Bali tidak saja kedatangan orang asing sebagai pelancong namun tak sedikit para pemerhati dan penekun budaya yang datang untuk mencatat keunikan seni budaya Bali. Dari para penekun budaya yang terdiri dari sastrawan, penulis, dan pelukis inilah keunikan Bali kian menyebar di dunia internasional. Penyampaian informasi melalui berbagai media oleh orang asing ternyata mampu menarik minat pelancong untuk mengunjungi Bali. Kekaguman akan tanah Bali lalu menggugah minat orang asing memberi gelar kepada Bali. The Island of Gods, The Island of Paradise, The Island of Thousand Temples, The Morning of the World, dan berbagai nama pujian lainnya.

Tahun 1930, di jantung kota Denpasar dibangun sebuah hotel untuk menampung kedatangan wisatawan ketika itu. Bali Hotel, sebuah bangunan bergaya arsitektur kolonial, menjadi tonggak sejarah kepariwisataan Bali yang hingga kini bangunan tersebut masih kokoh dalam langgam aslinya. Tidak hanya menerima kunjungan wisatawan, duta kesenian Bali dari Desa Peliatan melakukan kunjungan budaya ke beberapa negara di kawasan Eropa dan Amerika secara tidak langsung, kunjungan tersebut sekaligus memperkenalkan keberadaan Bali sebagai daerah tujuan wisata yang layak dikunjungi.

Kegiatan pariwisata, yang mulai mekar ketika itu, sempat terhenti akibat terjadinya Perang Dunia II antara tahun 1942-1945 yang kemudian disusul dengan perjuangan yang makin sengit merebut kemerdekaan Indonesia termasuk perjuangan yang terjadi di Bali hingga tahun 1949. Pertengahan dasawarsa 50-an pariwisata Bali mulai ditata kembali dan pada tahun 1963 dibangun Hotel Bali Beach (The Grand Bali Beach Hotel) di Pantai Sanur dengan bangunan berlantai sepuluh. Hotel ini adalah satu-satunya hunian wisata yang berbentuk bangunan tinggi sedangkan sarana hunian wisata (hotel, home stay, pension) yang berkembang kemudian hanyalah bangunan berlantai satu. Pada pertengahan dasa warsa 70-an pemerintah daerah Bali mengeluarkan Peraturan Daerah yang mengatur ketinggian bangunan maksimal 15 meter. Penetapan ini ditentukan dengan mempertimbangkan faktor budaya dan tata ruang tradisional Bali sehingga Bali tetap memiliki nilai-nilai budaya yang mampu menjadi tumupuan sektor pariwisata.

Secara pasti, sejak dioperasikannya Hotel Bali Beach pada November 1966, pembangunan sarana hunian wisata berkembang dengan pesat. Dari sisi kualitas, Sanur berkembang relatif lebih terencana karena berdampingan dengan Bali Beach Hotel sedangkan kawanan Pantai Kuta berkemabang secara alamiah bergerak dari model hunian setempat. Model homestay dan pension berkembang lebih dominan dibanding model standar hotel. Sama halnya dengan Kuta, kawasan Ubud di daerah Gianyar berkembang secara alamiah, tumbuh di rumah-rumah penduduk yang tetap bertahan dengan nuansa pedesaan.

Pembangunan sarana hunian wisata yang berkelas internasional akhirnya dimulai dengan pengembangan kawasan Nusa Dua menjadi resort wisata internasional. Dikelola oleh Bali Tourism Developmnet Corporation, suatu badan bentukan pemerintah, kawasan Nusa Dua dikembangkan memenuhi kebutuhan pariwisata bertaraf internasional. Beberapa operator hotel masuk kawasan Nusa Dua sebagai investor yang pada akhirnya kawsan ini mampu mendongkrak perkembangan pariwisata Bali.

Masa-masa berikutnya, sarana hunian wisata lalu tumbuh dengan sangat pesat di pusat hunian wisata terutama di daerah Badung, Denpasar, dan Gianyar. Kawasan Pantai Kuta, Jimbaran, dan Ungasan menjadi kawasan hunian wisata di Kabupaten Badung, Sanur, dan pusat kota untuk kawasan Denpasar. Ubud, Kedewatan, Payangan, dan Tegalalang menjadi pengembangan hunian wisata di daerah Gianyar.

Mengendalikan perkembangan yang amat pesat tersebut, Pemerintah Daerah Bali kemudian menetapkan 15 kawasan di Bali sebagai daerah hunian wisata berikut sarana penunjangnya seperti restoran dan pusat perbelanjaan. Hingga kini, Bali telah memilki lebih dari 35.000 kamar hotel terdiri dari klas Pondok Wisata, Melati, hingga Bintang 5. Sarana hotel-hotel tersebut tampil dalam berbagai variasi bentuk mulai dari model rumah, standar hotel, villa, bungalow, dan boutique hotel dengan variasi harga jual. Keberagaman ini memberi nilai lebih bagi Bali karena menawarkan banyak pilihan kepada para pelancong.

Sebagai akibat dari perkembangan kunjungan wisatawan, berbagai sarana penunjang seperti misalnya restoran, art shop, pasar seni, sarana hiburan, dan rekreasi tumbuh dengan pesat di pusat hunian wisata ataupun di kawasan obyek wisata. Para pelancong yang berkunjung ke Bali, akhirnya memiliki banyak pilihan dalam menikmati liburan mereka di Bali, akhirnya organisasi kepariwisataan seperti PHRI (IHRA), ASITA, dan lembaga kepariwisataan lain di Bali, yang secara profesional mengelola dan memberi layanan jasa pariwisata, seakan memberi jaminan untuk kenyamanan berwisata di Bali.